Bahasa Indonesia jadi Anak Tiri di Indonesia

Bahasa Indonesia jadi Anak Tiri
Sumber: https://student.cnnindonesia.com/edukasi/20171030075053-445-252052/bahasa-indonesia-jadi-anak-tiri/
Pernah menemukan harus pandai berbahasa Inggris saat ingin melamar kerja? Harus melampirkan sertifikat Toefl saat ingin sidang kuliah? Bukan hanya sekali, dua kali. Memang terkadang perusahaan memberikan kualifikasi terhadap para pekerja atau tuntutan kepada mahasiswa untuk bisa berbahasa Inggris.

Namun, pernahkah melihat lowongan pekerjaan yang memiliki kualifikasi harus pandai berbahasa Indonesia? Jarang sekali bukan? Padahal kita hidup di Indonesia tapi seolah-olah urgensi pandai berbahasa Inggris lebih penting dari pada lancar berbahasa Indonesia.

Salah satu contoh kasus Bahasa Indonesia dikesampingkan yaitu wajib melampirkan Toefl kemampuan Bahasa Inggris dalam lampiran sidang jurusan Jurnalistik di salah satu Universitas ternama di Bandung.

Logikanya, jika jurnalis diharapkan mampu bekerja di skala nasional yang Berbahasa Indonesia, tuntutan bahasa Indonesia menjadi prioritas ketimbang bahasa asing.

Sebagai syarat masuk kerja di ranah jurnalistik misalnya, apalagi ranah kerjanya di media massa skala nasional dan lebih sering mementingkan melampirkan Toefl, mengapa tidak melampirkan Uji Kemahiran Berbahasa Indonesia (UKBI) yang memang sudah difasilitasi oleh Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Republik Indonesia?

Lahirnya Bahasa Indonesia sebagaimana tercantum dalam Undang-udang No 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaaan, Pasal 25 Ayat 1, Bahasa Indonesia yang dinyatakan sebagai bahasa resmi negara dalam Pasal 36 Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945 bersumber dari bahasa yang diikrarkan dalam Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928 sebagai bahasa persatuan yang dikembangkan sesuai dengan dinamika peradaban bangsa.

Pada ayat 2 juga disebutkan Bahasa Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berfungsi sebagai jati diri bangsa, kebanggaan nasional, sarana pemersatu berbagai suku bangsa, serta sarana komunikasi antardaerah dan antarbudaya daerah, terlebih lagi Indonesia memiliki 742 bahasa.

Pasal 25, Ayat 3 mengenai Bahasa Negara, menjelaskan, Bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berfungsi sebagai bahasa resmi kenegaraan, pengantar pendidikan, komunikasi tingkat nasional, pengembangan kebudayaan nasional, transaksi dan dokumentasi niaga, serta sarana pengembangan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan bahasa media massa.

Di ranah pekerjaan maupun pendidikan kita sering menemukan kasus-kasus seperti ini, seolah-olah bahasa asing menjadi sesuatu yang paling penting dan melupakan bahasa kesatuan kita, bahasa Indonesia sebagai bahasa pemersatu bangsa. Sangat miris memang, ketika Bahasa Indonesia menjadi anak tiri di negara sendiri, betapa keberadaan bahasa asing lebih eksis di tanah air.

Padahal sudah jelas-jelas tertuang dalam Undang-Undang Pasal 33, berbunyi (1) Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam komunikasi resmi di lingkungan kerja pemerintah dan swasta. (2) Pegawai di lingkungan kerja lembaga pemerintah dan swasta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang belum mampu berbahasa Indonesia wajib mengikuti atau diikutsertakan dalam pembelajaran untuk meraih kemampuan berbahasa Indonesia.

Urgensi
Alih-alih teknologi komunikasi sudah semakin maju dan tidak dapat dipungkiri bahwa keberadaan bahasa asing juga sangat penting. Tapi alangkah lebih baiknya bahasa Indonesia bisa menjadi bahasa emas di negara sendiri.

Pengukuhan mengenai “Saya tiap hari memakai Bahasa Indonesia kok, pasti saya bisalah Bahasa Indonesia”, tapi apakah sudah benar dengan kaidah-kaidah bahasa sesuai Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)? Jika memang tidak perlu sesuai KBBI lalu untuk apa susah-susah membuat KBBI? Atau membuat UKBI?

Katanya Indonesia negara hukum, tapi kok bahasa Indonesia dikesampingkan? Jika dilihat dari pasal 24 mengenai bahasa. Pelanggaran aturan berbahasa Indonesia tidak ada sanksi resmi. Logikanya, adanya aturan pasti ada sanksi, tapi buat apa ada aturan tentang bahasa tetapi tidak ada sanksi resmi.

Seharusnya, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) bisa merevisi mengenai Undang-Undang Bahasa ini, agar masyarakat bisa menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar sesuai kaidah, terlebih lagi di ranah pendidikan maupun pekerjaan skala nasional. 

Di sini, peran pemerintah dan instansi pendidikan sangat penting, pemerintah diharapkan bisa lebih melihat nasib bahasa Indonesia ke depannya yang kian lama kian tergeser oleh eksistensi bahasa asing. Guru atau dosen pun sangat berperan penting untuk menanamkan bahasa Indonesia sebagai bahasa yang harus dilestarikan di negara sendiri.

Bahasa Indonesia sendiripun berpotensi untuk menjadi bahasa internasional karena bahasa Indonesia satu-satunya bahasa yang tercipta sebelum negara terbentuk, egaliter, dan demokratis, gramatika tak pandang kasta, serta gramatikanya mudah dan sederhana.

Dengan potensi yang dimiliki oleh Indonesia. Sebagai warga negara yang menjunjung tinggi Bhinneka Tunggal Ika, dan bahasa pemersatu, seharusnya dari warganya sendiri bisa memberikan pelajaran bahwa bahasa Indonesia itu penting dan harus terus dilestarikan. Bukan berarti bahasa Indonesia dilestarikan ini berarti akan punah, tetapi memberikan suatu pelajaran bahasa Indonesia yang sesuai KBBI baik dari lingkungan keluarga ataupun instansi pendidikan.

Sumber: https://student.cnnindonesia.com/edukasi/20171030075053-445-252052/bahasa-indonesia-jadi-anak-tiri/


Download aplikasi messenger karya anak bangsa :
Our Social Media
#paddytalk #karyaanakbangsa #aplikasimessenger #bhinnekatunggalika

Comments

Popular posts from this blog

Wow Ternyata Nama Kapal-Kapal TNI Angkatan Laut Memiliki Pola!

Robot Dari Sampah?

Ternyata Ini Sejarah Penamaan Nama-Nama Kereta Api di Indonesia!